Foto 1: Penulis (berseragam PPM) bersama bapak Brigjen (Purn.) Ismadi Ketua DPD LVRI Jatim menghadiri Upacara HUT Kemerdekaan di Tugu Pahlawan.
(Lomba karya tulis sambut Harvetnas katagori : 2)
Jasa & Pengorbanan Pahlawan & Pejuang Wajib dikenang Sepanjang MasaSebagai seorang pemegang kartu kompetensi dari Dewan Pers, saya senantiasa mengikuti progres pandemi covid 19 berdampak besar terhadap seluruh kehidupan. Dampak ini dirasakan oleh seluruh umat manusia, termasuk di Indonesia. Sebagian besar konten media mulai dari media cetak, radio, televisi, hingga online, didominasi berita covid 19.
Adanya peristiwa bersejarah seperti hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, peristiwa heroik perobekan bendera Belanda di Surabaya pada 19 September 1945, hingga hari Pahlawan 10 November 1945, membuat kita selalu diingatkan kembali terhadap perjuangan, dan pengorbanan para pahlawan dan pejuang yang rela berkorban hingga titik darah penghabisan.
Meski didera pandemi covid 19, yang belum tahu sampai kapan berakhirnya, kita harus tetap mengingat jasa pengorbanan para pejuang, dan pahlawan yang tiada taranya. Cita-cita luhur pada pahlawan dan pejuang seperti yang tertera dalam Pembukaan UUD 1945 menjadi salah satu pemersatu bangsa, dan NKRI yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, dan latar belakang.
[caption id="" align="aligncenter" width="453"] Foto 2: Bung Berto (Ketum PPM) (Pakai Batik) & keturunan Veteran bergandeng tangan bertekad wujudkan cita-cita luhur Pahlawan dan pejuang.[/caption]
[caption id="" align="aligncenter" width="451"] Foto 4: Tabur bunga di hotel Yamato bersama Pak Ahmad ( pakai peci LVRI) Mantan Laskar BPRI (Penulis berseragam doreng Resimen Yudha Putra).[/caption]Pengibaran Bendera suatau Bangsa, maupun Negara dalam peradaban umat manusia di dunia merupakan suatu bentuk perwujudan untuk menunjukan kedaulatan suatu bangsa, dan negara. Saat Proklamasi pada 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia mengibarkan bendera di penjuru pelosok tanah Air, meski pengibaran sang Dwi Warna itu ada yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena penjajahan Jepang belum hilang sama sekali. Setelah adanya maklumat pemerintah pada 31 Agustus 1945, dan selanjutnya menetapkan mulai 1 September 1945 bendera nasional Merah Putih dikibarkan di seluruh Indonesia.
Peristiwa Heroik Perobekan Bendera Belanda 19 September 1945 di hotel Yamato
[caption id="" align="aligncenter" width="451"] Foto 3: Peristiwa heroik perobekan bendera belanda di hotel Yamato / majapahit pada 19 September 1945 pukul 09:30 wib.[/caption]Di Surabaya terjadi peristiwa heroik pengibaran bendera merah putih, pada 19September 1945, yang dimotori oleh para pejuang, di atas Hotel Orange, atau Yamato atau yang sekarang ini bernama hotel Majapahit.
Sebenarnya bendera yang dikibarkan ini adalah bagian bendera kolonial Belanda, yang digigit lalu dirobek bagian warna birunnya, selanjutnya bagian kain bendera merah putih dikibarkan oleh para pejuang yang dengan gigih dan bernyali besar, bahkan hingga rela bertaruh nyawa.
Menurut pengakuan seorang saksi mata bernama Wiwik Hidayat mantan kepala kantor berita Antara di Surabaya, saatmasih hidup di tahun 1990-an menyatakan salah satu pelaku pengibar bendera Merahputih di atas Hotel Majapahit ini bernama Kusno Wibowo.
Menurut Wiwik Hidayat pada 19 September 194 dirinya bersama bung Tomo saat itu sebagai wartawan kantor berita Antara Surabaya, dan sekaligus tergabung di PucukPimpinan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (PP BPRI), Soedirman ResidenSurabaya, dengan beberapa pejabat.
Diantaranya Walikota Surabaya waktu itu , Radjamin Nasution, dan Cak Ruslan atau Roeslan Abdulgani tokoh pemuda waktu itu, sesaat kejadian perobekan bendera Belanda, dan pengibaran bendera Merah Putih sempatmendatangi hotel Yamato, dan mengikuti terus perkembangan peristiwa heroik, dan menjadi saksi sejarah ini. Dari insiden ini 4 pejuang mengalami luka berat.
Mereka adalah Sidik, Y. Hariono (atau biasa disebut Hariyono) bekas anggota laskar pasukan berani mati atau Jibakutai, S. Mulyadi, dan Mulyono. Pada tahun 1946 Hariono bergabung dalam BPRI.
Lucuti Senjata Tentara Jepang untuk Lawan Tentara Sekutu
[caption id="" align="aligncenter" width="461"] Foto 5: Tabur bunga di makam Pahlawan (TMP) 10 November jalan Mayjend Sungkono.[/caption]
Sementara itu menurut Boedi Tjokrodjojo Laskar Pasukan Berani Mati Jibakutai, sekitar 20 anak buahnya tewas dalam pertempuran sengit saat hendak merebut persenjataan Jepang.
Namun pada akhirnya M. Jasin pimpinan Polisi Istimewa, dan Bung Tomo berhasil menandatangnni perjanjian penyerahan senjata senjata membuka gudang Arsenal tentara Jepang terbesar se-Asia Tenggaraa di Don-Bosco Sawahan Surabaya. Pada akhirnya Jepang serahkan seluruh persenjataan panser termasuk tank. Senjata senajata ini digunakan untuk menghadapi pasukan Inggris, dan Belanda pada 10 November 1945.
Membumi hanguskan Pilar Gerilya di kota Pahlawan Surabaya
[caption id="attachment_45374" align="aligncenter" width="458"] Foto 6: Napak tilas di Kantor persatuan bekas gerilya dan angkatan perang RI sebelum di robohkan rata dengan tanah.[/caption]Para Pejuang Gerilya yang tergabung dalam berbagai kelaskaran rakyat, diantaranya Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) yang mengorganisir barisan berani mati atau Zibaku tai atau Jibakutai, Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Badan Keamanan Rakyat (BKR), Polisi Istimewa, Pemuda Rakyat Indoesia (PRI), Hisbullah, TRIP, dan Barisan Buruh Indonesia (BBI) di Surabaya terlibat dalam peristiwa heroik pengibaran bendera merah putih 19 September 1945, perebutan dan pelucutan senjata tentara Jepang 2 Oktober 1945 hingga meletus pertempuran besar pada 28 hingga 29 Oktober 1945, dan puncaknya pada 10 November 1945.
Berbagai kisah heroik ini juga didapat langsung penulis (Meirifandrianto) dari Tokoh Veteran Pejuang RI, dan penerima medali bintang Pahlawan Gerilya bernama pak Harsono, sat beliau masih hidup.
Almarhum pak Harsono pernah itu menjadi laskar atau penggempur Pucuk Pimpinan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia, atau PP BPRI, dan ikut dalam pertempuran tahun 1945 hingga 1950.
Berdasarkan data dari rumah sakit Simpang, jumlah korban pertempuran pada November 1945 tercatat pada minggu pertama 300 korban tewas, dan dimakamkan secara massal di halaman rumah sakit, 1000 korban luka-luka, umumnya luka-luka berat. Jumlah korban tersebut belum terhitung yang di rawat di sejumlah rumah sakit lain, dan di rumah sakit luar kota Surabaya.
Dari pihak Inggris diperoleh keterangan bahwa selama pertempuran menemukan 6.500 korban tewas berserakan di sepanjang jalan, dan berbagai tempat di sekitar Surabaya
[caption id="attachment_45377" align="aligncenter" width="468"] Foto 7: Boedi Tjokrodjojo (Pemimpin & pemberi komando penyerbuan markas Belanda di Hotel Orange/ Yamato kepada kelompok bekas anggota Zibaku Tai / Jibakutai, dan berhasil melobi perwira tentara Jepang agar menyerahkan persenjataan yang disimpan di markas (sekarang menjadi gedung kantor walikota Surabaya.[/caption]Sebagai bentuk apresiasi terhadap perjuangan pada berbagai peristiwa heroik di Surabaya yang bergelar sebagai kota pahlawan, sesuai amanat surat hibah tertanggal 16 Desember 1958, Inlander Raden Ngabehi Bambang Suparto (Bupati Jaba kota Surabaya) memberikan hibah tanah kepada Boedi Tjokrodjojo, yang di atas namakan Organisasi Yayasan Persatoean Bekas Gerilya dan Angkatan Perang Repoeblik Indonesia Poesat Soerabaia (Persatuan Bekas Gerilya dan Angkatan perang Republik Indonesia) berupa tanah seluas 1.500.000 meter persegi, dan seluas 1.800.000 meter persegi, yang dahulu terletak di wilayah yang dikenal dengan nama Desa Kali Roengkoet, Desa Medokan Ayoe, Desa Goenoeng Anjar, Kaboepaten Soerabaia.
Surabaya, 23 Agustus 2021Meirifandrianto, S.Si.Wakil Ketua PD PPM Jatim (Pro LVRI) danPemegang kartu uji kompetensi Dewan Pers.
Editor : okejatim.com