LAMONGAN – Nasi Boranan, kuliner khas Lamongan, bukan hanya soal rasa yang gurih atau harga yang ramah di kantong. Di balik sepiring nasi yang hangat, tersimpan cerita hidup, perjuangan, hingga harapan yang tak ternilai bagi sebagian orang.
Di kawasan Jalan Panglima Sudirman (Pangsud) Lamongan, deretan penjual nasi boranan selalu ramai sejak petang hingga menjelang subuh. Dengan harga yang terjangkau, seporsi nasi lengkap lauk ayam, ikan, atau empal, serta sambal boran pedas, mampu mengenyangkan siapa pun yang menikmatinya.
Namun, bagi Tyas (21), nasi boranan bukan sekadar dagangan. Sejak empat tahun lalu, saat masih duduk di bangku SMK hingga kini menempuh kuliah, ia setia berjualan demi menghidupi mimpinya.
“Alhamdulillah, dari hasil jualan ini saya bisa membantu orang tua sekaligus membiayai kuliah sendiri,” tutur Tyas.
Ketekunan Tyas menjadikan warung kecilnya di trotoar Jalan Pangsud tak pernah sepi pelanggan. Bagi pembeli, nasi boranan adalah santapan malam yang lezat dan mengenyangkan. Bagi Tyas, setiap piring yang tersaji adalah langkah kecil menuju masa depan yang lebih baik.
Lebih dari sekadar kuliner, nasi boranan Lamongan adalah bukti bahwa makanan tradisional mampu menjadi sumber kekuatan, kehidupan, bahkan harapan. (By)
Editor : Redaksi